Sabtu, 06 April 2013

TUGAS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


TUGAS PERKEMBANGAN PESERTA DIDIK


NAMA :
Aminah Cendra Kasih


NIM :
A1C211061


KELAS :
REGULER A


NAMA DOSEN :
Drs. Rasimin, M.Pd


PROGRAM STUDI :
Pendidikan Matematika


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN
UNIVERSITAS JAMBI

PENDIDIKAN


A. Kelembagaan, Program, dan Pengelolaan Pendidikan
            Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik agar dapat berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan dating. Sedangkan pendidikan nasional Indonesia adalah pendidikan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar kepada pencapaian tujuan pembangunan nasional Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan pendidikan nasional.
            Penyelenggaraan system pendidikan nasional dilaksanakan melalui bentuk-bentuk kelembagaan beserta program-programnya, diantaranya yaitu:
1. Kelembagaan Pendidikan
            Berdasarkan UU RI No. 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kelembagaan pendidikan dapat dilihat dari segi jalur pendidikan dan program serta pengelolaan pendidikan.
a. Jalur Pendidikan
            Penyelenggaraan Sisdiknas dilaksanakan melalaui dua jalur, yaitu:
Jalur Pendidikan Sekolah
Jalur Pendidikan Sekolah merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah melalui kegiatan belajar mengajar secara berjenjang dan berkesinambungan (pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi).
Jalur Pendidikan Luar Sekolah
Jalur Pendidikan Luar Sekolah (PLS) merupakan pendidikan yang bersifat kemasyarakatan yang diselenggarakan di luar sekolah melalui kegiatan belajar mengajar yang tidak berjenjang dan tidak berkesianambungan, seperti kepramukaan, berbagai kursus, dan lain-lain.
b. Jenjang Pendidikan
Jenjang Pendidikan adalah suatu tahap dalam pendidikan berkelanjutan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik serta keluasan dan kedalaman bahan pengajaran (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab I, Pasal 1 Ayat 5).
Jalur pendidikan sekolah dilaksanakan secara berjenjang yang terdiri atas jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Sebagai persiapan untuk memasuki pendidikan dasar diselenggarakan kelompok belajar yang disebut pendidikan prasekolah (UU RI No. 2 Tahun 1989 Bab V, Pasal 2).
Jenjang Pendidikan Dasar
Pendidikan Dasar diselenggarakan untuk memberikan bekal dasar yang diperlukan untuk hidup dalam masyarakat berupa pengembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan dasar. Di samping itu juga berfungsi mempersiapkan peserta didik yang memenuhi persyaratan untuk mengikuti pendidikan menengah.
UU RI No. 2 Tahun 1989 menyatakan dasar dan wajib belajar pada pasal 14 Ayat 1 bahwa, “Warga Negara yang berumur 6 tahun berhak mengikuti pendidikan dasar”, dan ayat 2 menyatakan bahwa, “Warga Negara yang berumur 7 tahun berkewajiban mengikuti pendidikan dasar atau pendidikan yang setara sampai tamat.”
Jenjang Pendidikan Menengah
Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, pendidikan menengah kejuruan, dan pendidikan menengah luar biasa, pendidikan menengah kedinasan dan pendidikan menengah keagamaan.
Jenjang Pendidikan Tinggi
Pendidikan tinggi merupakan kelanjutan pendidikan menengah, yang diselenggarakan untuk menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan/atau kesenian.
            Pendidikan tinggi juga berfungsi sebagai jembatan antara pengembangan bangsa dan kebudayaan nasional dengan perkembangan internasional. Satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi disebut perguruan tinggi yang dapat berbentuk akademik, politeknik, sekolah tinggi, institut, dan universitas.
            Akademi merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam satu cabang atau sebagian cabang ilmu pengetahuan teknologi, dan kesenian tertentu. Politeknik merupakan perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan terapan dalam sejumlah bidang pengetahuan khusus. Sekolah tinggi ialah perguruan tinggi yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau professional dalam satu disiplin ilmu atau bidang tertentu. Institut ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau professional dalam sekelompok disiplin ilmu yang sejenis. Sedangkan universitas ialah perguruan tinggi yang terdiri atas sejumlah fakultas yang menyelenggarakan pendidikan akademik dan/atau professional dalam sejumlah disiplin ilmu tertentu.
            Pendidikan yang bersifat akademik dan pendidikan professional memusatkan perhatian terutama pada usaha penerusan, pelestarian, dan pengembangan peradaban, ilmu, dan teknologi, sedangkan pendidikan yang bersifat professional memusatkan perhatian pada usaha pengolahan peradaban serta penerapan ilmu dan teknologi.

2. Program dan Pengelolaan Pendidikan
a. Jenis Program Pendidikan
            Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokkan sesuai dengan sifat dan kekhususan tujuannya (UU RI No. 2 tahun 1989 Bab I Pasal 1 Ayat 4 No. 2 Tahun 1989). Program pendidikan yang termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas:
Pendidikan Umum
Pendidikan Umum adalah pendidikan yang mengutamakan perluasan dan keterampilan peserta didik dengan pengkhususan yang diwujudkan pada tingkat-tingkat akhir masa pendidikan. Pendidikan umum berfungsi sebagai acuan umum bagi jenis pendidikan lainnya. Yang termasuk pendidikan umum adalah SD, SMP, SMA, dan universitas.
Pendidikan Kejuruan
Pendidikan kejuruan adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada bidang pekerjaan tertentu, seperti bidang teknik, jasa boga, dan busana, perhotelan, kerajinan, administrasi perkantoran, dan lain-lain. Lembaga pendidikannya seperti, STM, SMTK, SMIP, SMIK, SMEA.
Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan luar biasa merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Yang termasuk pendidikan luar biasa adalah SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) untuk jenjang pendidikan menengah masing-masing memiliki program khusus yaitu program untuk anak tuna netra, tuna rungu, dan tuna daksa serta tunagrahita. Untuk pengadaan gurunya disediakan SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa) setara dengan Diploma III.
Pendidikan Kedinasan
Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan khusus yang diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan dan pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai atau calon pegawai suatu departemen pemerintah atau lembaga pemerintah nondepartemen.
Pendidikan kedinasan dapat terdiri dari pendidikan tingkat menengah dan pendidikan tingkat tinggi. Yang termasuk pendidikan tingkat menengah seperti SPK (Sekolah Perawat Kesehatan), dan yang termasuk pendidikan tingkat tinggi seperti APDN (Akademi Pemerintah Dalam Negeri).
Pendidikan Keagamaan
Pendidikan keagamaan merupakan pendidikan khusus yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat melaksanakan peranan yang menuntut penguasaan pengetahuan khusus tentang ajaran agama. Pendidikan keagamaan dapat terdiri dari tingkat pendidikan dasar, tingkat pendidikan menengah, dan tingkat pendidikan tinggi. Yang termasuk tingkat pendidikan dasar misalnya madrasah ibtidaiyah, tingkat pendidikan menengah seperti tsanawiyah, PGAN (Pendidikan Guru Agama Negeri) dan yang tingkat pendidikan tinggi seperti sekolah theologia, IAIN (Institut Agama Islam Negeri), dan IHD (Institut Hindu Dharma).
b. Kurikulum Program Pendidikan
            Istilah kurikulum asal mulanya dari dunia olahraga pada zaman Yunani Kuno. Curir dalam bahasa Yunani Kuno berarti “pelari” dan Curere artinya “tempat berpacu”. Kurikulum kemudian diartikan “jarak yang harus ditempuh” oleh pelari. (Nana Sujana, 1989: 4). Berdasarkan arti yang terkandung di dalam rumusan tersebut, kurikulum dalam pendidikan dianalogikan sebagai arena tempat peserta didik “berlari” untuk mencapai “finis”, berupa ijazah, diploma atau gelar (Zais, 1976 yang dikutip oleh Mohammad Ansyar dan H. Nurtain, 1992: 7).
            Selanjutnya deskripsi yang diberikan oleh beberapa penulis, kurikulum diartikan sebagai:
Seperangkat mata pelajaran dan materi pelajaran yang terorganisir (Hyemen, 1973).
Rencana kegiatan untuk menentukan pengajaran (Macdonald, 1965).
Rencana untuk membelajarkan peserta didik (Taba, 1962).
Pengalaman belajar (Krug dan Edward A., 1956).
Dalam hubungan dengan pembangunan nasional, kurikulum pendidikan nasional mengisi upaya pembentukan sumber daya manusia untuk pembangunan. Dalam kaitan ini, kurikulum mengandung dua aspek, yaitu:
Aspek kesatuan nasional, yang memuat unsure-unsur penyatuan bangsa.
Aspek local, yang memuat sifat-sifat kekhasan daerah, baik yang berupa unsur budaya, social maupun lingkungan alam, yang menghidupkan sifat kebhinnekaan dan merupakan kekayaan nasional.
UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 38 Ayat 1 menyatakan adanya dua aspek nasional dan local itu sebagai berikut: pelaksaan kegiatan pendidikan dalam suatu satuan pendidikan didasarkan atas kurikulum yang berlaku secara nasional dan kurikulum yang disesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan dan cirri khas suatu pendidikan yang bersangkutan.” Kedua macam kurikulum tersebut akan dikemukakan pada uraian di bawah ini.
1. Kurikulum Nasional
            Tujuan pendidikan nasional dinyatakan di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 3, yaitu:
Terwujudnya bangsa yang cerdas.
Manusia yang utuh, beriman, dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Berbudi pekerti luhur.
Terampil dan berpengetahuan.
Sehat jasmani dan rohani.
Berkepribadian yang mantap dan mandir.
Bertanggung jawab pada kemasyarakatan dan kebangsaan. Yang menjadi pertanyaan ialah bagaimana tujuan nasional tersebut dapat dicapai melalui masing-masing satuan pendidikan.
Tujuan pendidikan nasional menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kurikulum masing-masing satuan pendidikan. Kaitan antara tujuan pendidikan nasional dengan tujuan satuan pendidikan tersebut dapat dilihat dalam bagan berikut:
Filsafat/ Dasar   Negara
 
Tujuan Pend. Nsional
 
Tujuan Institusional
 
 



            Kurikulum menjembatani tujuan tersebut dengan praktek pengalaman belajar riil di lapangan/ sekolah. Dalam hubungan ini Soedijarto (Soedijarto, 1991: 145) merinci kurikulum atas lima tingkatan, yaitu:
Tujuan institusional, yang menggambarkan berbagai kemampuan (pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap) yang harus dikuasai oleh peserta didik dari suatu satuan pendidikan.
Kerangka materi yang memberikan gambaran tentang bidang-bidang pelajaran yang perlu dipelajari peserta didik untuk menguasai serangkaian kemampuan yang disebut struktur program kurikulum.
Garis besar materi dari suatu bidang pelajaran yang telah dipilih, biasa disebut GBPP atau silabi.
Panduan dan buku-buku pelajaran yang disusun untuk menunjang terjadinya proses pembelajaran (pedoman guru dan buku paket belajar).
Bentuk dan jenis kegiatan pembelajaran yang dialami oleh peserta didik, yaitu strategi belajar mengajar.
            Mengenai isi kurikulum nasional itu di dalam UU RI No. 2 Tahun 1989 Pasal 30 Ayat 1 dinyatakan: “Isi kurikulum merupakan susunan bahan kajian dan pelajaran untuk mencapai tujuan penyelenggaraan satuan pendidikan yang bersangkutan dalam rangka upaya pencapaian tujuan pendidikan nasional.”
            Ayat 2 menyatakan  bahwa isi kurikulum setiap jenis jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat:
Pendidikan Pancasila,
Pendidikan Agama, dan
Pendidikan Kewarganegaraan.
            Ayat 3 menyatakan bahwa isi kurikulum pendidikan dasar memuat sekurang-kurangnya bahan kajian dan pelajaran tentang:
Pendidikan Pancasila,
Pendidikan agama,
Pendidikan kewarganegaraan,
Bahasa Indonesia,
Membaca dan menulis,
Matematika (termasuk berhitungI,
Pengantar sains  dan teknologi,
Ilmu bumi,
Sejarah nasional dan sejarah umum,
Kerajinan tangan dan kesenian,
Pendidikan jasmani dan kesehatan,
Menggambar, serta
Bahasa Inggris.
            Kemudian Pasal 38 Ayat 2 menyatakan: “Kurikulum yang berlaku secara nasional ditetapkan oleh menteri, atau menteri lain, atau pimpinan lembaga pemerintahan nondepartemen berdasarkan pelimpahan wewenang dan menteri.”
            Dari uraian di atas menjadi jelas bahwa yang dimaksud dengan kurikulum nasional itu adalah kurikulum yang mengandung cirri-ciri sebagai berikut:
Diberlakukan sama pada setiap macam satuan pendidikan di seluruh Indonesia.
Ditetapkan oleh pemerintah (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan atau menteri lain atau pimpinan lembaga pemerintahan nondepartemen berdasarkan pelimpahan wewenang dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan).
Tujuannya untuk menggalang kesatuan nasional dan pengendalian mutu pendidikan secara nasional.

ISLAM DI INDONESIA


ISLAM DI INDONESIA
            Indonesia merupakan Negara dengan jumlah penduduk Islam yang terbanyak. Keadaan tersebut membuat peranan kaum muslimin sangat vital bagi kemajuan Negara Indonesia. Umat Islam pernah mengecap kejayaan dan menjadi bangsa yang terpandang di dunia. Oleh karena itu, generasi muda Islam harus mampu mewujudkan kembali kejayaan itu.

A. SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI INDONESIA
            Sejak zaman pra sejarah, penduduk kepulauan Indonesia dikenal sebagai pelayar-pelayar yang sanggup mengarungi lautan lepas. Sejak awal abad masehi sudah ada rute-rute pelayaran dan perdagangan antara kepaulauan Indonesia dengan berbagai daerah di daratan Asia Tenggara.
            Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besar-besaran. Aceh adalah yang pertama sekali menerima agama Islam dan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni Kerajaan Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai pada tahun 692 H/1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam. Adapun peninggalan tertua kaum muslimin yang terdapat di Gresik, Jawa Timur. Berupa komplek makam, salah satunya makam seorang muslimah yang bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H/1082 M.
            Pada abad ke-9 H/14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal. Para pakar berpendapat, ini dikarenakan saat itu kaum muslimin sudah memiliki kekuatan politik yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam, seperti Kerajaan Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Pesatnya islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu/Budha di nusantara seperti Majapahit, Sriwijaya dan Sunda.
            Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi nusantara dan terbentuknya pemerintahan-pemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum muslimin dari pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai daerah demi daerah di nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus. Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 M ke kepulauan subur makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru mereka, sehingga semangat perang Salibpun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaan-kerajaan pribumi yang masih menganut Hindu/Budha.
            Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Sedangkan pada kaum muslim kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup Eropa. Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu (Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus Rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Paderi (Imam Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).

B. PERKEMBANGAN ISLAM DI INDONESIA
1. Babak Pertama, Abad 7 Masehi (Abad 1 Hijriah)
            Pada abad 7 masehi, Islam sudah sampai ke Nusantara. Para da’i yang dating ke Indonesia berasal dari jazirah Arab yang sudah beradaptasi dengan bangsa India yakni bangsa Gujarat dan ada juga yang telah beradaptasi dengan bangsa Cina, dari berbagai arah yakni dari jalur sutera (jalur perdagangan) dakwah mulai merambah di pesisir-pesisir nusantara. Begitulah Islam pertama-tama disebarkan di Nusantara, dari komunitas-komunitas muslim yang berada di daerah-daerah pesisir berkembang menjadi kota-kota pelabuhan dan perdagangan dan terus berkembang sampai pada akhirnya menjadi kerajaan-kerajaan Islam dari mulai Aceh sampai Ternate dan Tidore yang merupakan pusat kerajaan Indonesia bagian Timur yang wilayahnya sampai ke  Irian Jaya.
2. Babak Kedua, Abad 13 Masehi
            Di abad 13 Masehi berdirilah kerajaan-kerajaan Islam di berbagai penjuru di Nusantara. Yang merupakan moment kebangkitan kekuatan politik umat khususnya di daerah Jawa ketika kerajaan Majapahit berangsur-angsur turun kewibawaannya karena konflik internal.
            Pada abad 13 Masehi ada fenomena yang disebut dengan Wali Songo, yaitu ulama-ulama yang menyebarkan dakwah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sebanyak 9 orang tokoh ulama Islam. Wali songo mengembangkan atau melakukan proses islamisasinya melalui berbagai cara dan saluran, antara lain:
a.       Perdagangan
b.      Pernikahan
c.       Pendidikan (Pesantren)
Pesantren merupakan lembaga pendidikan yang asli dari akar budaya Indonesia, dan juga adopsi dan adaptasi hasanah kebudayaan pra Islam yang tidak keluar dari nilai-nilai Islam yang dapat dimanfaatkan dalam penyebaran Islam.
d.      Seni dan budaya
Wali Songo menggunakan wayang sebagai media dakwah dengan sebelumnya mewarnai wayang tersebut dengan nilai-nilai Islam. Para wali juga menggubah lagu-lagu tradisional (daerah) dalam langgam islami, ini berarti nasyid sudah ada di Indonesia ini sejak zaman para wali. Dalam upacara-upacara adat juga diberikan nilai-nilai Islam.
e.       Tasawuf
Tasawuf pada dasarnya mirip dengan ajaran Hindu, yaitu praktek Islam yang mengedepankan kehidupan yang sederhana dan banyak mendekatkan diri pada sang khalik. Dengan keserupaan ini, Islam dengan mudah dapat diterima karena memiliki keserupaan dengan alam pikiran penduduk pribumi yang sudah memiliki latar belakang agama nenek moyang mereka.

3. Babak Ketiga, Masa Penjajahan Belanda
            Pada abad 17 masehi tepatnya tahun 1601 datanglah kerajaan Hindia Belanda ke daerah nusantara yang awalnya hanya berdagang tetapi akhirnya menjajah. Belanda dating ke Indonesia dengan VOC, semenjak itu hampir seluruh wilayah nusantara dijajah oleh Hindia Belanda kecuali Aceh. Ketika penjajahan dating, pesantren-pesantren dijadikan markas perjuangan, santri-santri menjadi jundullah (pasukan Allah SWT) yang siap melawan penjajah, sedangkan ulamanya menjadi panglima perangnya.
            Potensi-potensi tumbuh dan berkembang di abad 13 menjadi kekuatan perlawanan terhadap penjajah. Ulama-ulama menggelorakan jihad melawan penjajah Belanda. Belanda kewalahan yang akhirnya menggunakan beberapa strategi, antara lain:
a.       Politik devide et impera, yang pada kenyataannya memecah-belah atau mengadu domba antara kekuatan ulama dengan adat, contohnya perang Padri di Sumatera Barat dan perang Diponegoro di Jawa.
b.      Mendatangkan Prof. Dr. Snouck Christian Hurgronje (bergelar Abdul Gafar) seorang Guru Besar keIndonesiaan di Universiatas Hindia Belanda juga seorang orientalis yang pernah mempelajari Islam di Mekkah. Dia berpendapat agar pemerintahan Belanda membiarkan umat Islam hanya melakukan ibadah mahdhah (khusus) dan dilareang berbicara atau  sampai melakukan politik praktis.
4. Babak Keempat, Abad 20 Masehi
            Awal abad 20 masehi, penjajah Belanda mulai melakukan politik etik atau politik balas budi yang sebenarnya adalah hanya membawa manfaat bagi lapisan masyarakat yang dapat membantu mereka dalam pemerintahannya di Indonesia.
            Strategi perlawanan terhadap penjajah pada masa ini lebih bersifat organisasi formal daripada dengan senjata. Berdirilah organisasi Serikat Islam yang merupakan organisasi pergerakan nasional pertama di Indonesia pada tahun 1905 yang mempunyai anggota dari kaum rakyat jelata sampai priyayi dan meliputi wilayah yang luas. Tahun 1908 berdirilah Budi Utomo yang masih bersifat kedaerahan yaitu Jawa, karena itu Serikat Islam dapat disebut organisasi pergerakan nasional pertama daripada Budi Utomo.
            Tokoh Serikat Islam yang terkenal yaitu HOS Tjokroaminoto yang memimpin organisasi tersebut pada usia 25 tahun. Ia adalah inspirator utama bagi pergerakan nasional di Indonesia. Serikat Islam di bawah pimpinannya menjadi suatu kekuatan yang diperhitungkan Belanda.
5. Babak Kelima, Pasca Kemerdekaan
            Setelah Indonesia merdeka, perkembangan Islam dengan sendirinya mengalami pergeseran, dari proses islamisasi, perjuangan fisik (jihad) melawan penjajah, hingga kemudian mengisi kemerdekaan melalui jalur dakwah kebudayaan, agama, dan politik. Dakwah Islam di Indonesia banyak dikembangkan oleh institusi-institusi seperti Muhammadiyah, Nadhatul Ulam, Persis, dan lain-lain.
            Pada masa setelah kemerdekaan, perkembangan Islam sebenarnya tidak tampak karena proses islamisasi nyaris sudah tidak ada lagi, melainkan diganti dengan istilah dakwah. Bedanya, Islamisasi adalah proses pengislaman orang-orang non-muslim, sedangkan dakwah lebih bersifat menpertahankan keyakinan dengan cara memberikan penyuluhan dan bimbingan agama. Dengan demikian, perkembangan setelah ini lebih bersifat dinamis karena hamper seluruh kawasan Nusantara telah mengalami proses islamisasi jauh sebelum kemerdekaan. Namun demikian, sepanjang sejarah Islam Indonesia selalu ada aktivitas-aktivitas untuk melakukan Islamisasi kembali, yaitu internasisasi ajaran Islam sebagai bagian dari kegiatan dakwah.
            Selain internalisasi Islam, “Islamisasi” juga bisa berlangsung dalam bentuk “pemurnian Islam” yang merupakan pengaruh dari perkembangan pemurnian Islam di Timur Tengah. Jadi pengertian Islamisasi pada ranah ini adalah usaha untuk “mengislamkan” orang Islam. Maksudnya membersihkan umat Islam dari unsure-unsur keyakinan lama yang tidak ada kaitannya dan bahkan dianggap bertentangan dengan ajaran Islam, berupa bid’ah, khurafat, dan tahayul.pemurnian Islam ini antara lain dilakukan oleh Muhammadiyah pada mula terbentuknya hingga sekarang.
            Di era reformasi, kekuatan-kekuatan Islam yang baru bermunculan, di luar Muhammadiyah dan NU. Ini disebabkan karena beberapa hal. Pertama, adanya kebebasan mengemukakan pendapat di muka umum, yang kemudian dimanfaatkan oleh sebagian umat Islam untuk mengemukakan dan mendakwahkan paham-paham keislaman mereka. Kedua, jalur pendidikan Islam di luar negeri. Dengan adanya jalur pendidikan inilah, maka pengaruh unsure luar tidak dapat dielakkan. Dari sini lahirlah kelompok-kelompok Islam, seperti Jama’ah Islamiah, Salafi, dan sebagainya. Ketiga, krisis ekonomi yang berdampak pada krisis-krisis lain baik di bidang social, pendidikan, maupun agama.

C. KARAKTERISTIK ISLAM DI INDONESIA
            Berdasarkan cara masuknya Islam di Nusantara terbentuklah pola keislaman yang memiliki keunikan tertentu, yaitu:
1. Majemuk/ Plural
            Kemajemukan merupakan cirri khas masyarakat Indonesia pada umumnya. Di Indonesia, sebagaimana diketahui, terdapat enam agama resmi, yaitu Islam, Kristen Katolik, Kristen Protestan, Hindu, Budha, dan Konghuchu. Terlepas dari hubungan antar agama tersebut, keragaman model-model beragama juga dapat ditemukan di dalam Islam itu sendiri. Seorang Antropolog Amerika Serikat bernama Clifford Geertz pernah membagi perilaku keberagaman umat Islam Indonesia ke dalam tiga kelompok, yaitu abangan, santri dan priyai.
            Abangan berasal dari Bahasa Arab aba’an (ingkar, tidak taat). Istilah abangan dipakai bagi pemeluk Islam yang tidak begitu memperhatikan perintah-perintah agama Islam dan kurang teliti dalam memenuhi kewajiban-kewajiban agamanya. Meskipun mereka mengaku dirinya sebagai orang muslim, mereka merupakan perpaduan unsure-unsur Islam, Hindu-Budha, dan unsure-unsur asli. Jadi coraknya singkretis (campuran)
            Santri merupakan penganut Islam yang taat. Istilah santri digunakan oleh Geertz untuk merujuk kepada siapa saja yang menjalankan Islam dengan benar.
            Priyai adalah kelompok ketiga penganut Islam, yang menurut Geertz adalah kelompok Islam kelas elit. Biasanya adalah mereka yang disebut sebagai muslim birokrat atau muslim berdasi.
            Pada umumnya umat Islam Indonesia mengikuti faham Asy’ariyah dari segi teologi (faham keagamaan), Imam Syafi’I (dan termasuk Imam Malik, Ahmad bin Hanbal, dan Imam Hanafi) untuk masalah fiqih, serta Imam Ghazali untuk masalah tasawuf. Gabungan dari semua ajaran ini, menjadikan umat Islam Indonesia sebagai penganut kuat ajaran Islam Ahlussunah wal-Jama’ah (Sunni).
2. Toleran
            Toleransi adalah salah satu semangat dari Islam Indonesia. Semangat ini tumbuh seiring dengan “perkawinan” antar budaya Islam dan budaya local. Sehingga corak singkretisme (campuran faham) tidak bisa dihindarkan. Sifat toleransi Muslim Indonesia muncul karena bangsa Indonesia disatukan dalam rumpun budaya.
3. Moderat
            Moderat dalam hal ini dimaksudkan untuk menggambarkan kehidupan keagamaan yang berada di tengah-tengah, tidak ekstrim dan tidak pula liberal. Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius, umat Islam adalah mayoritas di negeri ini, ini berarti bahwa religiusitas bangsa Indonesia adalah cerminan religiusitas umat Islam itu sendiri.
4. “Singkretik”
            Singkretisme juga bisa dikatakan merupakan akibat dari akulturasi Islam dan budaya local. Makna “singkretik” disini tidak harus dipahami secara negatif. Tetapi yang dimaksud adalah adanya campuran unsur Islam dan budaya local yang tidak bertentangan dengan semangat fundamental Islam itu sendiri.

D. PERAN UMAT ISLAM DALAM MEWUJUDKAN MASYARAKAT YANG ADIL DAN MAKMUR
            Islam adalah agama rahmatan lil-alamin. Salah satu tujuan utama dari diturunkannya Islam adalah agar tercipta sebuah tatanan masyarakat yang adil dan makmur. Untuk itulah, dimanapun Islam tumbuh dan berkembang, ukuran keberhasilannya adalah sejauh mana ia mampu menjamin terciptanya keadilan dan kemakmuran bagi pemeluknya maupun bagi semua umat manusia.

1. Di Bidang Politik Dan Ekonomi
            Semenjak abad ke-16 sampai abad ke-20 umat Islam di bawah para pimpinannya menghadapi berbagai corak tantangan kekuasaan Barat dan mengadakan perlawanan bagi setiap fase penjajahan, misalnya pada:
a.       Fase persaingan dagang. Kerajaan Islam Demak melawan Portugal di Malaka (1512); Sultan Khairuddin dan Sultan Babullah melawan Portugal di Ternate; Tidore melawan Spanyol; Aceh melawan Portugal di Malaka; dan Sultan Hasanuddin dari Gowa dan Tallo melawan VOC.
b.      Fase penetrasi dan agresi. Sultan Agung (Mataram) menyerbu Batavia (1627 & 1629); Sultan Agung Tirtayasa dengan dukungan Syekh Yusuf (Makassar) melawan penetrasi VOC ke Banten (1680); Kesultanan Aceh melawan Agresi Hindia Belanda (1873) yang merupakan awal dari perjuangan Aceh yang terus-menerus terhadap Belanda.
c.       Fase perluasan daerah jajahan. Terjadi Perang Diponegoro (1825-1830); Perang Paderi di Sumatera (1821-1837); dan Perang Banjar yang dipimpin oleh Pangeran Antasari, dan lain-lain.
d.      Fase penindasan. Para petani di bawah bimbingan para ulama melakukan pemberontakan yang dikenal dengan “Geger Cilegon” (1886), pemberontakan H. Mustofa dan pemberontakan yang dipelopori petani. Baik di Jawa, Sumatera, dan daerah-daerah lainnya, peran ulama selalu menonjol.
Ajaran Islam untuk cinta tanah air (hub al wathan minal iman) mendorong segenap penduduk Nusantara untuk memberontak melawan penjajah. Maka lahirlah pemimpin-pemimpin Islam yang demikian besar yang menentukan arah pergerakan di Indonesia. Sejak itu peran umat Islam dalam dunia politik semakin jelas. Dalam Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) para ulama dan pemimpin Islam berperan aktif dalam menyusun dasar kehidupan Negara, dan ikut serta merumuskan UUD 1945.
2. Di Bidang Agama Dan Sosial
            Agama dan sosial adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Ini disebabkan karena sejak kedatangannya di Nusantara, Islam telah berpadu dengan masyarakat yang kemudian membentuk sebuah masyarakat Muslim Indonesia.
            Sebagai bangsa yang religious dan berketuhanan Yang Maha Esa, pemerintah memiliki perhatian besar terhadap agama, terutama agama Islam yang penganutnya adalah mayoritas. Perhatian tersebut diwujudkan dalam pembinaan kehidupan beragama, antara lain:
a.       Mendirikan Departemen Agama pada tanggal 3 Januari 1945, suatu departemen yang merealisasi sila pertama dari Pancasila, dan sekaligus merupakan cirri khas Islam di Indonesia.
b.      Menetapkan Undang-Undang No. 1 Tahun 197 tentang Perkawinan.
c.       Menyelenggarakan pengurusan ibadah haji dari tanah air.
d.      Membentuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada tahun 1975 dengan struktur organisasi yang menyebar sampai ke tingkat desa.
e.       Melembagakan Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ) secara nasional dari tingkat pusat sampai tingkat desa, mendirikan dan meresmikan masjid Istiqlal sebagai masjid yang sepenpuhnya dibiayai pemerintah/Negara, membentuk Badan Amil Zakat, dan sebagainya.
f.       Ikut membina kerukunan hidup umat beragama baik intern umat beragama serta antar umat beragama, baik antar umat beragama dan pemerintah, dan
g.      Memberlakukan secara yuridis-formal sebagian hokum Islam, yaitu penyelenggaraan Peradilan Islam di Indonesia, dengan undang-undang pada tahun 1989, dan memberlakukan syari’at Islam di Nangro Aceh Darussalam (NAD).
3. Di Bidang Pendidikan Dan Kebudayaan
            Di bidang pendidikan dan kebudayaan, peran Islam sangatlah besar. Sejak Islamisasi negeri ini telah berdiri lembaga-lembaga pendidikan, khususnya pesantren dan surau yang telah menjadi benteng Islam yang demikian kuat dan berpengaruh. Kemudian menyusul system madrasah yang merupakan usaha pembaharuan dalam sistem pendidikan Islam tanpa menghilangkan sistem pesantrennya. Pemerintah telah mendirikan madrasah (sekolah-sekolah agama Islam) dari tingkat dasar, menengah, dan tinggi.
            Dalam bidang kebudayaan di Indonesia, Islam mempunyai peranan penting, antara lain di bidang:
a.       Arsitektur, khususnya pada bangunan masjid sebagai tempat ibadah yang merupakan pusat agama Islam yang berpengaruh besar terhadap kehidupan penduduk secara keseluruhan.
b.      Hidup rohani, paham sufismi atau mistik yang tumbuh pada hidup rohani orang Indonesia sejak awal masuknya Islam di Indonesia, seperti Kadiriah, Khalwatiah, Naksyabandiah, dan sebagainya.
c.       Hari-hari besar Islam, perayaannya dilaksanakan baik oleh Negara maupun masyarakat dari tingkat pusat sampai ke kampong-kampung seperti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj, Nuzulul Qur’an, Shalat ‘id (Idul Fitri dan Idul Adha) dan lain-lain.
d.      Seni kaligrafi, yang berkembang sebagai dekorasi, catatan sejarah dan symbol keislaman di seluruh lapisan masyarakat Muslim Indonesia.
e.       Bahasa Indonesia, yang menyerap sebagian bahasa Al-Qur’an (Arab) ke dalam bahasa Melayu menjadi bahasa nasional Indonesia sehingga bahasa Arab itu terabadikan dalam bahasa Indonesia.

E. ISLAM DAN PANCASILA SEBAGAI DASAR NEGARA
            Akhir-akhir ini muncul kekhawatiran di tengah-tengah umat Islam khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya, mulai pudarnya nilai-nilai Pancasila di tengah-tengah anak bangsa, ini dapat dilihat dalam beberapa gambaran, seperti munculnya radikalisme di tengah-tengah masyarakat, ide pendirian Negara Islam Indonesia dan lain-lain, atau dalam bahasa Menteri Pendidikan Nasional RI, Prof. Dr. M. Nuh, bahwa ada semangat yang mulai sudah tidak menerima lagi Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara seutuhnya.
                Pasca tumbangnya Orde Baru tahun 1998 dan dilanjutkan dengan era reformasi yang ditandai dengan kebebasan di segala bidang, kebebasan tersebut juga turut dinikmati beberapa kelompok Islam yang konservatif dan atau radikal. Mereka sekarang bebas untuk secara lantang dan nyaring dan bahkan secara sembunyi-sembunyi memperjuangkan (kembali) kepentingan politis dan ideologis mereka. Ironisnya, perjuangan itu bermuara pada obsesi mengganti Pancasila sebagai dasar Negara Indonesia, meski melalui banyak varian bentuk, ide, gagasan ,dan cita-cita yang dikembangkan dari obsesi tersebut. Varian tersebut antara lain pendirian khilafah Islamiyah, pendirian Negara Islam, pelaksanaan syari’at Islam dan sebagainya. Apalagi, tumbangnya Orde Baru juga dibarengi dengan problem berupa meluasnya krisis multidimensi, baik sosial, politik, ekonomi dan sebagainya, sehingga kondisi tersebut semakin melegitimasi obsesi mengganti Pancasila, karena dianggap telah gagal membawa Negara ini ke arah yang lebih baik.
            Upaya-upaya tersebut sudah mulai terasa, baik yang tersembunyi maupun yang terang-terangan, hal ini sebenarnya telah dan akan merongrong sendi-sendi yang paling fundamental/asasi dari Negara ini, dan itu artinya mereka sedang dan akan menggerogoti empat Pilar Bangsa, yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
            Ada dua aliran yang muncul yakni golongan Islamis yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam dan golongan nasionalis yang menginginkan pemisahan urusan Negara dan urusan Islam. Golongan nasionalis menolak menjadikan Indonesia sebagai Negara Islam karena melihat kenyataan bahwa non-Muslim juga ikut berjuang melawan penjajah untuk mencapai kemerdekaan. Golongan ini juga menegaskan bahwa untuk m,enjadikan Indonesia sebagai Negara Islam akan secara tidak adil memposisikan penganut agama lain sebagai warga Negara kelas dua.
            Sampai saat ini, kekuatan-kekuatan  politik dan sosial kemasyarakatan umat Islam Indonesia sampai pada kesimpulan menerima Pncasila dan pilar bangsa yang lain sebagai peneriamaan yang final. Sikap umat Islam Indonesia yang menerima dan menyetujui Pancasila dan UUD 1945, dapat dipertanggung jawabkan sepenuhnya dari segala segi pertimbangan.
            Perjalanan sejarah telah membuktikan bahwa proses untuk memutuskan Pancasila sebagai dasar Negara bukan main sulit perjuangannya. Hal itu juga menunjukkan betapa para founding fathers kita telah berkorban dan secara bijaksana mencari titik temu tentang ideology yang disepakati bersama. Pancasila tidak hanya menonjolkan spirit demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM) yang memberi ruang kepada kebebasan individu dan menarik peran Negara untuk mengaturnya, tetapi juga meletakkan bingkai Ketuhanan Yang Maha Esa, yang sesuai prinsip ketawhidan dalam Islam dan kemanusiaan yang bermartabat dan berkeadilan, serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
            Dan tentu saja nilai-nilai dasar Pancasila yang seperti di atas tidak bertentangan dan dibenarkan dalam ajaran Islam yang rahmatan lil-alamin (rahmat seluruh alam), dan bukan rahmatan lil-muslimin (rahmat kaum muslim saja) yang eksklusif, atau bahkan cuma rahmatan lil-madzhabiyyin (rahmat pengikut madzhab tertentu dalam Islam) yang lebih eksklusif lagi. Islam di Indonesia pada umumnya berada di jalan tengah (mutawassith), tidak mendukung radikalisme dan tidak pula setuju dengan liberalisme. Islam inilah yang sering digambarkan sebagai Islam moderat, Islam yang Insya Allah menjadi harapan dan cita-cita semua bangsa Indonesia.

Jumat, 05 April 2013

GEOPOLITIK INDONESIA


PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
GEOPOLITIK INDONESIA



DISUSUN OLEH:
AMINAH CENDRA KASIH

NIM:
A1C211061


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI



 A. Pengertian Geopolitik Indonesia
            Geopolitik diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan geografi, wilayah atau teritorial dalam arti luas) suatu negara, yang apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung atau tidak langsung kepada sistem politik suatu negara.
            Kehidupan manusia di dunia mempunyai kedudukan sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dan sebagai wakil Tuhan (khalifatullah) di bumi yang menerima amanat-Nya untuk mengelola kekayaan alam. Kedudukan manusia tersebut mencakup tiga segi hubungan, yaitu: hubungan antara manusia dengan Tuhan, hubungan antar manusia, dan hubungan antara manusia dengan makhluk lainnya.
            Manusia dalam melaksanakan tugas dan kegiatan hidupnya bergerak dalam dua bidang, yaitu: universal filosofis dan sosial politis. Bidang universal filosofis bersifat transenden dan idealistik, misalnya dalam bentuk aspirasi bangsa, pedoman hidup dan pandangan hidup bangsa. Aspirasi bangsa ini menjadi dasar wawasan nasional bangsa Indonesia dalam kaitannya dengan wilayah Nusantara. Sedangkan bidang sosial politis bersifat imanen dan realistis yang bersifat lebih nyata dan dapat dirasakan, misalnya aturan hukum atau perundang-undangan yang berlaku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai produk politik. Di Indonesia yang termasuk dalam bidang sosial politik adalah produk politik yang berupa UUD 1945 dan aturan perundangan lainnya yang mengatur proses pembangunan nasional.
            Salah satu pedoman manusia agar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya adalah wawasan nasional yang berpijak pada wujud wilayah nusantara, sehingga disebut Wawasan Nusantara. Kepentingan Nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia adalah upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa, dan segenap aspek kehidupan nasionalnya.
            Oleh karena itu, wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami berdasarkan pengertian bahwa dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara keseluruhannya (Suradinato; Sumiarno: 2005).

B. Pengertian Wawasan Nusantara
                Istilah wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan, atau penglihatan inderawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang berarti memandang, meninjau, atau melihat. Sedangkan ‘wawasan’ berarti cara pandang, cara tinjau, atau cara melihat. Sedangkan istilah Nusantara berasal dari kata ‘nusa’ yang berarti pulau-pulau, dan ‘antara’ yang berarti diapit diantara dua hal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia.
            Wawasan Nusantara mempunyai arti cara pandang bangsa Indonesia tentang diri dan lingkungannya berdasarkan UUD 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah Nusantara yang menjiwai kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya. Dengan demikian, Wawasan Nusantara berperan untuk membimbing bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan kehidupannya serta sebagai rambu-rambu dalam perjuangan mengisi kemerdekaannya. Wawasan Nusantara sebagai cara pandangan juga mengajarkan bagaimana pentingnya membina persatuan dan kesatuan dalam segenap aspek kehidupan bangsa dan negara dalam mencapai tujuan dan cita-citanya.

C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantar
1. Wilayah (Geografi)
a.      Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata ‘archipelago’ dan ‘archipelagic’ berasal dari kata Italia ‘archipelagos’. Akar katanya adalah ‘archi’ berarti terpenting, terutama, dan ‘pelagos’  berarti laut atau wilayah lautan. Jadi, archipelago dapat diartikan sebagai lautan terpenting.
Istilah archipelago antara lain terdapat dalam naskah resmi perjanjian antara Republik Venezza dan Michael Palaleogus pada tahun 1268. Pengertian Archipelago selalu berkembang, dan akhirnya archipelago selalu diartikan kepulauan atau kumpulan pulau.
Lahirnya asas archipelago mengandung pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh, sementara tempat unsur perairan atau lautan antara pulau-pulau berfungsi sebgai unsur penghubung dan bukan unsur pemisah. Asas dan wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian The indian Archipelago.
b.      Kepulauan Indonesia
Bagian wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch Oost Indishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian menjadi wilayah negara Republik Indonesia. Sebagai sebutan untuk kepulauan ini sudah banyak nama dipakai, yaitu “Hindia Timur”, “Insulinde” oleh Multatuli, “Nusantara”, “Indonesia” dan Hindia Belanda” (Nederlandsch-indie) pada masa penjajahan Belanda. Dalam bahasa Yunani, ‘Indo’ berarti India dan ‘Nesos’ berarti pulau. Indonesia mengandung makna spiritual, yang didalamnya terasa ada jiwa perjuangan menuju cita-cita luhur, negara kesatuan, kemerdekaan dan kebesaran.
Setelah cukup lama istilah itu dipakai hanya sebagai nama keilmuan, pada awal abad ke-20 perhimpunan para mahasiswa Indonesia di Belanda menyebut diri dengan “perhimpunan Indonesia” dan membiasakan pemakaian kata ‘Indonesia’. Pada peristiwa Sumpah Pemuda tahun 1928, kata Indonesia dipakai sebagai subutan bagi bangsa, tanah air, dan bahasa sekaligus menggantikan sebutan Nederlandsch Oost Indie. Dan sejak proklamasi kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, Indonesia menjadi nama resmi negara dan bangsa Indonesia sampai sekarang.
c.       Konsepsi tentang Wilayah Lautan
Beberapa konsepsi mengenai pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut:
1)      Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.
2)      Res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia, karena itu tidak dapat dimiliki oleh masing-masing negara.
3)      Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut adalah bebas untuk semua bangsa.
4)      Mare Clausum (The Right and Dominion Of the Sea), menyatakan bahwa hanya laut sepanjang pantai saja yang dapat dimiliki oleh suatu negara sejauh yang dapat dikuasai dari darat.
5)      Archipelagic State Pinciples (asas Negara Kepulauan) yang menjadikan dasar dalam Konvensi PBB tentang hukum laut.
Saat ini Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nation Convention on the Law of the Sea UNCLOS) mengakui adanya keinginan untuk membentuk tertib hukum laut dan samudera yang dapat memudahkan komunikasi internasional dan memajukan penggunaan laut dan samudera secara damai.
Sesuai dengan Hukum Laut Internasional, secara garis besar Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki Laut Teritorial, Perairan Pedalaman, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landas Kontinen. Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut.
1)      Negara Kepulauan adalah suatu negara yang seluruhnya terdiri dari satu atau lebih kepulauan dan dapat mencakup pulau-pulau lain.
2)      Laut Teritorial adalah satu wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 mil laut di ukur dari garis pangkal, sedangkan garis pangkal adalah garis air surut terendah sepanjang pantai, seperti yang terlihat pada peta laut skala besar yang berupa garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari dua pulau dengan batas-batas tertentu sesuai konvensi ini.
3)      Perairan Pedalaman adalah wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam dari garis pangkal.
4)      Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tidak boleh melebihi 200 mil laut dari garis pangkal.
5)      Landas Kontinen suatu negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan alamiah wilayah daratannya.  Jaraknya 200 mil laut dari garis pangkal atau dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, tidak boleh melebihi 100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 m.
d.      Karakteristik Wilayah Nusantara
Nusantara berarti Kepulauan Indonesia yang terletak diantara benus Asia dan benua Australia serta diantara samudera Pasifik dan samudera Indonesia, yang terdiri dari 17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang sudah memiliki nama adalah 6.044 buah. Kepulauan Indonesia terletak pada batas-batas astronomi sebagai berikut:
Utara               : ± 6º 08’ LU
Selatan                        : ± 11º 15’ LS
Barat               : ± 94º 45’ BT
Timur               : ± 141º 05’ BT
                        Jarak utara-selatan sekitar 1.888 km, sedangkan jaraj barat-timur sekitar 5.110 km. luas wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km² yang terdiri dari daratan seluas 2.027.087 km² dan perairan 3.166.163 km².

2. Geopolitik dan Geostrategi
a. Geopolitik
1) Asal Istilah Geopolitik
            Istilah geopolitik semula diartikan oleh Frederich Ratzel (1844-1904) sebagai ilmu bumi politik (Political Geography). Istilah ini kemudian dikembangkan dan diperluas oleh sarjana ilmu politik Swedia, Rudolf Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964) dari Jerman menjadi Geographical Politic dan disingkat menjadi Geopolitik. Perbedaan dari dua istilah di atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya. Ilmu bumi politik (Political Geography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geografi.
            Pengertian geopolitik telah dipraktekkan sejak abad XIX, namun pengertiannya baru tumbuh pada awal abad XX sebagai ilmu penyelenggaraan negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.
2) Pandangan Ratzel dan Kjellen
            Frederich Ratzel pada akhir abad ke-19 mengembangkan kajian geografi politik dengan dasar pandangan bahwa negara adalah mirip organisme (makhluk hidup). Disamping itu Rudolf Kjellen berpendapat bahwa negara adalah organisme yang harus memiliki intelektual.
            Pandangan Ratzel dan Kjellen hampir sama. Mereka memandang pertumbuhan negara mirip dengan pertumbuhan organisme (makhluk hidup). Oleh karena itu negara memerlukan ruang hidup (lebensraum), serta mengenal proses lahir, tumbuh, dan mempertahankan hidup, menyusut, dan mati.
3)Pandangan Haushofer
            Pemikiran Haushofer disamping berisi paham ekspansionisme (pemekaran wilayah) juga mengandung ajaran realisme, yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras paling unggul yang harus dapat menguasai dunia. Pokok-pokok pemikiran Haushofer adalah sebagai berikut:
a)      Suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas dari hukum alam.
b)      Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium maritim untuk menguasai pengawasan dilautan.
c)      Beberapa negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa, Afrika, dan Asia Barat (Jerman dan Italia). Sementara Jepang akan menguasai wilayah Asia Timur Raya.
d)     Geopolitik dirumuskan sebagai perbatasan. Geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan politik untuk memperjuangkan kelangsungan hidup dan mendapatkan ruang hidupnya.
4) Geopolitik Bangsa Indonesia
            Pandangan geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas dan tegas tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945. Oleh karena itu bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham resialisme, karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama.
            Dalam hubungan internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaan (nasionalisme) yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolak pandangan Chauvisme.

b. Geostrategi
            Strategi adalah politik dalam pelaksanaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Sebagai contoh pertimbangan geostrategis untuk negara dan bangsa Indonesia adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping aspek geografi juga dari aspek-aspek demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan Hankam. Posisi silang Indonesia tersebut dapat dirinci sebagai berikut:
1)      Geografi : wilayah Indonesia terletak di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia.
2)      Demodrafi : penduduk Indonesia terletak di antara penduduk jarang di selatan (Australia) dan penduduk padat di utara (RRC dan Jepang).
3)      Ideologi : Pancasila terletak di antara demokrasi liberalisme di selatan (Australia dan Selandia Baru) dan komunisme di utara (RRC, Vietnam, dan Korea Utara).
4)      Politik : Demokrasi Pancasila terletak di antara demokrasi liberal di selatan dan demokrasi rakyat (diktatur proletar) di utara.
5)      Ekonomi : Ekonomi Indonesia terletak di antara ekonomi Kapitalis di selatan dan Sosialis di utara.
6)      Sosial : masyarakat Indonesia terletak di antara masyarakat individualisme di selatan dan masyarakat sosialisme di utara.
7)      Budaya : budaya Indonesia terletak di antara budaya Barat di selatan dan budaya timur di utara.
8)      Hankam : Geopolitik dan Geostrategi Hankam (Pertahanan dan Keamanan) Indonesia terletak di antara wawasan kekuatan maritim di selatan dan wawasan kekuatan kontinental di utara.

Jadi, geostrategi adalah perumusan strategi nasional dengan memperhitungkan kondisi dan konstelasi geografi sebagai faktor utamanya. Disamping itu dalam merumuskan strategi perlu pula memperhatikan kondisi sosial, budaya, penduduk, sumber daya alam, lingkungan regional maupun internasional.

3. Perkembangan Wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya
a. Sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan 13 Desember 1957
            Wilayah negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas Hindia Belanda berdasarkan ketentuan dalam “Territoriare Zee en Maritieme Kringen Ordonantie” tahun 1939 tentang batas wilayah laut terotorial Indonesia. Ordonasi tahun 1939 tersebut menetapkan batas wilayah laut teritorial sejauh 3 mil dari garis pantai ketika surut, dengan asas pulau demi pulau secara terpisah-pisah. Sebagian besar wilayah perairan dalam pulau-pulau merupakan perairan bebas. Hal ini tentu tidak sesuai dengan kepentingan keselamatan dan keamanan negara kesatuan RI.
b. Dari Deklarasi Juanda 13 Desember 1957 sampai dengan 17 Februari 1969
            Pada tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi Juanda yang dinyatakan sebagai pengganti ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut:
1)      Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang utuh dan bulat.
2)      Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas negara kepulauan (Archipelagic State Principles).
3)      Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Deklarasi Juanda kemudian kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 4/Prp/1960 tanggal 18 Februari 1960 tentang perairan Indonesia. Sejak itu terjadi perubahan bentuk wilayah nasional dan cara perhitungannya. Dengan demikian luas wilayah teritorial Indonesia yang semula hanya sekitar 2 juta km² kemudian bertambah menjadi 5 juta km² lebih.
Untuk mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah No. 8 tahun1962 tentang lalu lintas damai di perairan pedalaman Indonesia (Internal Waters) yang meliputi:
a)      Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia,
b)      Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas, dan
c)      Semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.
c. Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen) sampai sekarang
            Asas-asas pokok yang termuat di dalam deklarasi tentang landasan kontinen adalah sebagai berikut:
1)      Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landas kontinen Indonesia adalah milik eksklusif negara RI.
2)      Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas kontinen dengan negara-negara tetangga melalui perundingan.
3)      Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang di tarik di tengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah terluar negara tetangga.
4)      Claim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan di atas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.
Demi kepastian hukum dan untuk mendukung kebijaksanaan pemerintah, asas-asas pokok tersebut dituangkan dalam Undang-Undang No. 1 tahun 1973 tentang Landas Kontinen Indonesia. Disamping itu UU No. 1/1973 juga memberi dasar bagi pengaturan eksplorasi serta penyelidikan ilmiah atas kekayaan alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.
d.   Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pengumuman Pemerintah negara tentang Zona Ekonomi Eksklusif terjadi pada tanggal 21 Maret 1980. Batas ZEE adalah selebar 200 mil yang dihitung dari garis dasar laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong pemerintah mengumumkan ZEE adalah:
1)      Persediaan ikan yang semakin terbatas.
2)      Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia.
3)      ZEE mempunyai kekuatan hukum internasional.
Melalui perjuangan panjang di Forum Internasional, akhirnya Konferensi PBB tentang Hukum Laut II di New York 30 April 1982 menerima “The United Nation Convention on the Law of the Sea” (UNCLOS), yang kemudian ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica oleh 117 negara termasuk Indonesia. Konvensi tersebut mengakui asas negara kepulauan serta menetapkan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan DPR negara RI kemudian menetapkan UU No. 5 tahun 1983 tentang ZEE, serta UU No. 17 tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS. Sejak 3 Februari 1986 Indonesia telah tercatat sebagai salah satu dari 25 negara yang telah meratifikasinya.

D. Unsur-unsur Dasar Wawasan Nusantara
1. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen:
a.   Wujud wilayah
Letak geografis negara berada di posisi dunia antara dua samudera, yaitu Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan antara dua benua, yaitu Benua Asia dan Benua Australia. Letak geografis ini berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan nasional Indonesia. Perwujudan wilayah Nusantara ini menyatu dalam kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya dan pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
            Bagi Indonesia, tata inti organisasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintah, sistem pemerintahan dan sistem perwakilan. Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat yang dilaksanakan menurut Undang-Undang. Sistem pemerintahannya menganut sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintah berdasarkan UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) bukan negara kekuasaan (machtsstaat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai kedudukan kuat, yang tidak dapat dibubarkan oleh presiden. Anggota DPR merangkap sebagai anggota MPR.
c. Tata Kelengkapan Organisasi
            Wujud tata kelengkapan organisasi adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik, golongan dan organisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh aparatur negara.

2. Isi Wawasan Nusantara
            Isi wawasan nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia Indonesia dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas manunggal yang terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam Pembukaan UUD 1945 yang menyebutkan:
1)      Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2)      Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yang bebas.
3)      Pemerintah negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan luhur, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi:
1)      Satu kesatuan wilayah Nusantara yang mencakup daratan, perairan dan dirgantara secara terpadu.
2)      Satu kesatuan politik, dalam arti satu UUD dan politik pelaksanaannya serta satu ideologi dan identitas nasional.
3)      Satu kesatuan sosial-budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat Indonesia atas dasar “Bhinneka Tunggal Ika”, satu tertib sosial dan satu tertib hukum.
4)      Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha bersama dan asas kekeluargaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
5)      Satu kesatuan pertahanan dan keamanan dalam satu sistem terpadu, yaitu sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata).
6)      Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.

3. Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batiniah dan Lahiriah
a.       Tata laku batiniah berlandaskan falsafah bangsa yang membentuk sikap mental bangsa yang memiliki kekuatan batin. Dalam hal ini Wawasan Nusantara berlandaskan pada falsafah Pancasila untuk membentuk sikap mental bangsa yang meliputi cipta, rasa dan karsa secara terpadu.
b.      Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti kemanunggalan kata dan karya, ketrpaduan dan pembicaraan dan perbuatan. Dalam hal ini Wawasan Nusantara diwujudkan dalam satu sistem organisasi yang meliputi: perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian.

E. Implementasi Wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
            Falsafah Pancasila diyakini sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang sesuai dengan aspirasinya. Konsep Wawasan Nusantara berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sila pertama yang kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yang terjabarkan pada sila-sila berikutnya.

2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nsional
a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Politik
1)      Kebulatan wilayah dengan segala isinya merupakan modal dan milik bersama bangsa Indonesia.
2)      Keanekaragaman suku, budaya, dan bahasa daerah serta agama yang dianutnya tetap dalam kesatuan bangsa Indonesia.
3)      Secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu persaudaraan, senasib dan seperjuangan, sebangsa dan setanah air untuk mencapai satu cita-cita bangsa yang sama.
4)      Pancasila merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang membimbing ke arah tujuan dan cita-cita yang sama.
5)      Kehidupan politik di seluruh wilayah nusantara sistem hukum nasional.
6)      Seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hukum nasional.
7)      Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar negeri yang bebas dan aktif.
b. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Ekonomi
1)      Kekayaan di wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif, adalah modal dan milik bersama bangsa untuk memenuhi kebutuhan di seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2)      Tingkat perkembangan ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa mengabaikan cirri khas yang memiliki daerah masing-masing.
3)      Kehidupan perekonomian di seluruh wilayah Nusantara diselenggarakan sebagai usaha bersama dengan asas kekeluargaan dalam system ekonomi kerakyatan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial Budaya
1)      Masyarakat Indonesia adalah satu bangsa yang harus memiliki kehidupan serasi dengan tingkat kemajuan yang merata dan seimbang sesuai dengan kemajuan bangsa.
2)      Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu kesatuan dengan corak ragam budaya yang menggambarkan kekayaan budaya bangsa.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Pertahanan Keamanan
1)      Bahwa ancaman terhadap satu pulau atau satu daerah pada hakikatnya adalah ancaman terhadap seluruh bangsa dan Negara.
2)      Tiap-tiap warga Negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut serta dalam pertahanan dan keamanan Negara dalam rangka pembelaan Negara dan bangsa.

3. Penerapan Wawasan Nusantara
a. Salah satu manfaat paling nyata dari penerapan Wawasan Nusantara, khususnya di bidang wilayah adalah diterimanya konsepsi Nusantara di forum internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah territorial Indonesia.
b. Pertambahan luas wilayah sebagai ruang hidup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang cukup besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
c. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia internasional termasuk Negara-negara tetangga yang dinyatakan dengan persetujuan yang dicapai karena Negara Indonesia memberikan akomodasi kepada kepentingan Negara tetangga antara lain di bidang perikanan yang mengakui hak nelayan tradisional dan hak lintas dari Malaysia Barat ke Malaysia Timur atau sebaliknya.
d. Penerapan Wawasan Nusantara dalam pembangunan Negara di berbagai bidang tampak pada berbagai proyek pembangunan sarana dan prasarana komunikasi dan transportasi.
e. Penerapan di bidang social budaya terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia tetap merasa sebangsa, setanah air, senasib sepenanggungan dengan asas Pncasila. Salah satu langkah penting yang harus dikembangkan terus adalah pemerataan pendidikan dari tingkat pendidikan dasar sampai perguruan tinggi ke semua daerah atau propinsi.
f. Penerapan Wawasan Nusantara di bidang Pertahanan Keamanan terlihat pada kesiapsiagaan dan kewaspadaan seluruh rakyat melalui Sistem Pertahanan Keamanan Rakyat Semesta untuk menghadapi berbagai ancaman bangsa dan Negara.

4. Hubungan Wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
            Wawasan Nasional Indonesia menumbuhkan dorongan dan rangsangan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta kepentingan dan tujuan nasional. Upaya pencapaian tujuan nasional dilakukan dengan pembangunan nasional yang juga harus berpedoman pada wawasan nasional.
            Wawasan nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara yang merupakan pedoman bagi proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. Sedangkan ketahanan nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian tujuan nasional  tersebut dapat berjalan dengan sukses.
            Secara ringkas dapat dikatakan bahwa Wawasan Nusantara dan ketahanan nasional merupakan dua konseps dasar yang saling mendukung sebagai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara agar tetap jaya dan berkembag seterusnya.